Pacitan, detik24jam.online - Sejarah syiar Islam di Pacitan tak bisa dilepaskan dari Masjid Tiban Nurul Huda. Tak ada yang tahu kapan berdirinya masjid yang berada di Desa Tanjungpuro, Kecamatan Ngadirojo. Itu kenapa nama di depannya diberi embel-embel tiban.
Namun masyarakat setempat percaya masjid yang berdiri megah itu diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Dari sisi bangunan tampak menara berdiri menjulang di 4 penjuru. Demikian pula pada bagian pintu dan jendela yang kental dengan corak modern.
Meski telah melewati beberapa kali rehab, namun ciri khas masjid kuno tetap terlihat jelas. Ini terutama saat masuk ke ruang utama, tepatnya di area depan mihrab. Pilar bangunan berbahan kayu Jati mencerminkan keaslian sejarah serta usianya. Konon tak seorang pun berani mengubah posisi rangka kayu tersebut.
Tiang kayu yang menyisakan bekas tatahan kasar tetap berdiri tegak tanpa dihaluskan. Demikian pula dengan kayu berukir yang melintang di atasnya. Seluruh bagian kayu hanya dipoles cat warna coklat. Satu-satunya tambahan adalah kipas angin menggantung persis di persilangan kayu yang kanan kirinya diapit plafon.
Rangka kayu yang tetap masih ada dan usianya dipercaya sudah berabad-abad (Foto: Purwo Sumodiharjo)
"Ini coba lihat. Meskipun usianya sudah berabad-abad, tapi kayunya masih utuh. Ndak dimakan rayap dan sejenisnya" ucap Muhyidin (64) warga setempat sambil memegang pilar kayu.
Fasilitas lain yang diklaim masih asli adalah bedug. Alat musik tabuh berbahan kayu dan kulit lembu itu terpampang di bagian kiri teras masjid. Keberadaannya lengkap dengan kentongan dari kayu berwarna coklat tua. Bunyi penanda waktu salat wajib itu selalu terdengar menyusul kumandang azan melalui pengeras suara.
Rupanya sebutan 'Tiban' tak lepas dari misteri asal-usul masjid kuno tersebut. Hal itu karena belum ditemukannya catatan sejarah terkait siapa yang pertama kali membuat bangunan yang dulunya beratap ilalang. Namun berdasar cerita turun temurun, masjid yang kini bernama Nurul Huda itu diyakini peninggalan Sunan Geseng.
Tak ada yang tahu pasti kapan persisnya ulama Kerajaan Mataram itu berdakwah di Ngadirojo hingga membangun tempat ibadah. Di sisi lain temuan masjid tiban tak lepas dari peran ulama setempat bernama Ki Ageng Bandung. Tokoh itulah yang secara tiba-tiba menemukan masjid di tengah rawa lalu memberinya nama masjid tiban.
"Ki Ageng Bandung yang waktu itu berada di sebelah barat sana mendengar suara burung perkutut. Beliau berusaha menghampiri, ternyata perkututnya berada di atas atap bangunan yang sekarang jadi masjid tiban," imbuh Muhyidin yang juga anggota takmir masjid.
Berada di tengah permukiman padat, Masjid Tiban Nurul Huda tak pernah sepi kegiatan keagamaan. Ruang utama selalu dipenuhi jemaah salat 5 waktu. Kala hari Jumat tiba, jemaah salat Jumat bahkan membludak hingga ruang depan. Pemandangan serupa juga terjadi malam hari Bulan Ramadhan, yaitu saat salat tarawih.
Keistimewaan Masjid Tiban Nurul Huda tak berhenti di situ. Pada bulan tertentu, ruang tengah masjid kerap menjadi jujugan warga yang ingin ngalap berkah. Mereka biasanya melakukan wirid dan doa. Adapun titik yang dipilih adalah ruangan di bawah rangka kayu. Bukan hanya warga lokal, warga luar daerah pun ada yang sengaja datang pada waktu tertentu.
"Biasanya di bulan Sya'ban," pungkas Muhyidin yang tinggal disamping masjid. (red.j)
0 Komentar