Surabaya, detik24jam.online - Dua bos Sipoa Group Budi Santoso dan Klemens Sukarno Candra sudah berhasil dieksekusi tim Tabur (tangkap buron) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dan Kejari Surabaya. Keduanya harus menjalani hukuman tiga tahun enam bulan berdasarkan putusan Kasasi yang dijatuhkan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Agung Dr.Burhan Dahlan, SH.MH sebagai hakim ketua.
Eksekusi tersebut tak lantas membuat beberapa korban lega. Sebab sampai saat ini, uang yang mereka investasikan untuk pembelian apartemen Sipoa belum juga kembali. Bahkan, Rahmad Ramadhan M SH kuasa hukum pelapor atau korban yang tergabung dalam Paguyuban Sejahtera Sukses Bersama (PSSB) menangkap adanya celah hukum yang bisa dimanfaatkan pihak Budi dan Klemens untuk lepas dari perbuatan pidana.
“Kenapa eksekusi baru dilakukan sekarang? Padahal putusan kasasi sudah sejak tahun 2020. Dan kedua Terpidana ini sering berkeliaran kurun waktu tersebut, tapi tidak pernah dieksekusi,” ujar Rahmad, Kamis (3/8/2023).
Dijelaskan Rahmad, justeru eksekusi yang dilakukan Kejaksaan tersebut dilakukan setelah Sipoa Group dinyatakan pailit. Hal ini bisa dijadikan celah hukum bagi terpidana untuk lolos dari perbuatan pidana.
“Putusan pailit tersebut bisa dijadikan bukti oleh terpidana untuk lepas dari perbuatan pidananya, karena pemenuhan kewajiban membayar hutang sudah dibayar dari harta perusahaan yang dipailitkan,” ujarnya
Hal itu kata Rahmad sebagaimana diatur dalam pasal 29 UU nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi Suatu Tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap Debitur.
Hal yang berbeda diungkapkan advokat Johanes Dipa Widjaja. Dipa sapaan karipnya mengatakan, meski sudah ada Putusan pailit namun tak serta merta bisa menghapus perbuatan pidana seseorang.
Surabaya, detik24jam.online - Dua bos Sipoa Group Budi Santoso dan Klemens Sukarno Candra sudah berhasil dieksekusi tim Tabur (tangkap buron) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dan Kejari Surabaya. Keduanya harus menjalani hukuman tiga tahun enam bulan berdasarkan putusan Kasasi yang dijatuhkan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Agung Dr.Burhan Dahlan, SH.MH sebagai hakim ketua.
Eksekusi tersebut tak lantas membuat beberapa korban lega. Sebab sampai saat ini, uang yang mereka investasikan untuk pembelian apartemen Sipoa belum juga kembali. Bahkan, Rahmad Ramadhan M SH kuasa hukum pelapor atau korban yang tergabung dalam Paguyuban Sejahtera Sukses Bersama (PSSB) menangkap adanya celah hukum yang bisa dimanfaatkan pihak Budi dan Klemens untuk lepas dari perbuatan pidana.
“Kenapa eksekusi baru dilakukan sekarang? Padahal putusan kasasi sudah sejak tahun 2020. Dan kedua Terpidana ini sering berkeliaran kurun waktu tersebut, tapi tidak pernah dieksekusi,” ujar Rahmad, Kamis (3/8/2023).
Dijelaskan Rahmad, justeru eksekusi yang dilakukan Kejaksaan tersebut dilakukan setelah Sipoa Group dinyatakan pailit. Hal ini bisa dijadikan celah hukum bagi terpidana untuk lolos dari perbuatan pidana.
“Putusan pailit tersebut bisa dijadikan bukti oleh terpidana untuk lepas dari perbuatan pidananya, karena pemenuhan kewajiban membayar hutang sudah dibayar dari harta perusahaan yang dipailitkan,” ujarnya
Hal itu kata Rahmad sebagaimana diatur dalam pasal 29 UU nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi Suatu Tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap Debitur.
Hal yang berbeda diungkapkan advokat Johanes Dipa Widjaja. Dipa sapaan karipnya mengatakan, meski sudah ada Putusan pailit namun tak serta merta bisa menghapus perbuatan pidana seseorang.
Advokat yang juga seorang kurator ini menambahkan, perkara pidana bisa terhapus jika adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar, contoh : pasal 48 KUHP dilakukan dalam keadaan darurat, pasal 49 ayat (1) karena pembelaan terpaksa dan sebagainya. Sedangkan kepailitan adalah mengenai ranah keperdataannya bukan masuk kedalam ranah pidana.
“Kepailitan masuk ranah perdata khusus, jadi tidak bisa terhapus pidananya meski sudah dinyatakan pailit. Contoh pencurian kalau barangnya dikembalikan, apa pencurinya dilepas, kan tidak bisa,” ujarnya.
Pengurus ikatan alumni Ubaya ini juga mencontohkan orang yang melakukan penipuan dan atau penggelapan bisa dituntut pidana mengenai perbuatannya, sedangkan mengenai ganti kerugiannya dapat digugat secara keperdataan.
Perlu diketahui, dua Bos sipoa yaitu Budi Santoso dan Klemens Sukarno Candra berhasil di eksekusi Tim Tabur (Tangkap Buronan) gabungan Kejati jatim dan Kejari Surabaya pada Selasa (1/8/2023), namun bos Sipoa tersebut masih harus lagi berurusan dengan hukum baru, yaitu adanya penetapan tiga bos sipoa sebagai Tersangka baru di Ditreskrimum Polda Jatim atas adanya laporan Pidana Nomor LPB/133/III/RES.1.11/2021/UM/SPKT Polda Jatim, tanggal 7 Maret 2021 atas nama Korban Pelapor Dr.Tri Nindya Wardhani.
Advokat yang juga seorang kurator ini menambahkan, perkara pidana bisa terhapus jika adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar, contoh : pasal 48 KUHP dilakukan dalam keadaan darurat, pasal 49 ayat (1) karena pembelaan terpaksa dan sebagainya. Sedangkan kepailitan adalah mengenai ranah keperdataannya bukan masuk kedalam ranah pidana.
“Kepailitan masuk ranah perdata khusus, jadi tidak bisa terhapus pidananya meski sudah dinyatakan pailit. Contoh pencurian kalau barangnya dikembalikan, apa pencurinya dilepas, kan tidak bisa,” ujarnya.
Pengurus ikatan alumni Ubaya ini juga mencontohkan orang yang melakukan penipuan dan atau penggelapan bisa dituntut pidana mengenai perbuatannya, sedangkan mengenai ganti kerugiannya dapat digugat secara keperdataan.
Perlu diketahui, dua Bos sipoa yaitu Budi Santoso dan Klemens Sukarno Candra berhasil di eksekusi Tim Tabur (Tangkap Buronan) gabungan Kejati jatim dan Kejari Surabaya pada Selasa (1/8/2023), namun bos Sipoa tersebut masih harus lagi berurusan dengan hukum baru, yaitu adanya penetapan tiga bos sipoa sebagai Tersangka baru di Ditreskrimum Polda Jatim atas adanya laporan Pidana Nomor LPB/133/III/RES.1.11/2021/UM/SPKT Polda Jatim, tanggal 7 Maret 2021 atas nama Korban Pelapor Dr.Tri Nindya Wardhani.
Laporan tersebut kemudian ditarik ke Mabes Polri dan sampai saat ini belum dilakukan tahap hukum selanjutnya terhadap bos Sipoa tersebut. Dalam berkas laporan pidana, tak hanya Budi Santoso dan Klemens Sukarno Candra yang menjadi Tersangka. Namun ada Aris Birawa yang juga telah ditetapkan sebagai Tersangka baru pada 25 Agustus 2021 melalui Surat Ditreskrimum Polda Jatim Nomor : R/577/VIII/RES.1.11/2021/Ditreskrimum, dalam kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan hunian apartemen yang memakan korban ribuan konsumen.
Dengan dieksekusinya Klemens dan Budi untuk melaksanakan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI dalam Perkara Pidana Nomor 131 K/Pid/2020 tanggal 15 April 2020 dimana keduanya dalam putusan Kasasi dijatuhi Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Agung Dr.Burhan Dahlan, SH.MH sebagai hakim ketua dengan pidana penjara masing-masing 3 tahun 6 bulan. Maka kini mereka harus bersiap untuk menjalani proses hukum yang baru.
Apabila perkara baru yang telah menetapkan Aris Birawa menjadi Tersangka tersebut prosesnya masih berjalan, maka nasib Aris Birawa-pun akan kembali mendekam dibalik jeruji penjara untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kepada konsumen sipoa.
Penetapan ketiganya sebagai Tersangka di Polda Jatim sampai saat ini tentu masih berlaku karena surat penetapan tersebut belum pernah dibatalkan dalam putusan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Surabaya, itu artinya Aris Birawa nasibnya juga tinggal menunggu waktu untuk menyusul kedua temannya.
Laporan tersebut kemudian ditarik ke Mabes Polri dan sampai saat ini belum dilakukan tahap hukum selanjutnya terhadap bos Sipoa tersebut. Dalam berkas laporan pidana, tak hanya Budi Santoso dan Klemens Sukarno Candra yang menjadi Tersangka. Namun ada Aris Birawa yang juga telah ditetapkan sebagai Tersangka baru pada 25 Agustus 2021 melalui Surat Ditreskrimum Polda Jatim Nomor : R/577/VIII/RES.1.11/2021/Ditreskrimum, dalam kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan hunian apartemen yang memakan korban ribuan konsumen.
Dengan dieksekusinya Klemens dan Budi untuk melaksanakan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI dalam Perkara Pidana Nomor 131 K/Pid/2020 tanggal 15 April 2020 dimana keduanya dalam putusan Kasasi dijatuhi Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Agung Dr.Burhan Dahlan, SH.MH sebagai hakim ketua dengan pidana penjara masing-masing 3 tahun 6 bulan. Maka kini mereka harus bersiap untuk menjalani proses hukum yang baru.
Apabila perkara baru yang telah menetapkan Aris Birawa menjadi Tersangka tersebut prosesnya masih berjalan, maka nasib Aris Birawa-pun akan kembali mendekam dibalik jeruji penjara untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kepada konsumen sipoa.
Penetapan ketiganya sebagai Tersangka di Polda Jatim sampai saat ini tentu masih berlaku karena surat penetapan tersebut belum pernah dibatalkan dalam putusan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Surabaya, itu artinya Aris Birawa nasibnya juga tinggal menunggu waktu untuk menyusul kedua temannya.
Rahmad Ramadhan M SH kuasa hukum pelapor atau korban yang tergabung dalam Paguyuban Sejahtera Sukses Bersama (PSSB) mengatakan perkara pidana yang dia laporkan saat ini diambil alih oleh Mabes Polri.
“Statusnya masih tersangka, belum berubah. Cuma kasusnya ditahan terlebih dahulu karena masih ada gugatan keperdataan yakni kepailitan terhadap perusahaan para tersangka,” ujarnya, Kamis (3/8/2023).
Sebelumnya, Rahmad tidak menampik bahwa modus operandi yang dilakukan para tersangka sama dengan perkara sebelumnya yang sudah diputus oleh majelis halim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
“Kalau laporan kita berbeda dengan sebelumnya meskipun modus operandi sama taki locus dan tempus delictinya berbeda,” ujarnya. (red.ika)
Rahmad Ramadhan M SH kuasa hukum pelapor atau korban yang tergabung dalam Paguyuban Sejahtera Sukses Bersama (PSSB) mengatakan perkara pidana yang dia laporkan saat ini diambil alih oleh Mabes Polri.
“Statusnya masih tersangka, belum berubah. Cuma kasusnya ditahan terlebih dahulu karena masih ada gugatan keperdataan yakni kepailitan terhadap perusahaan para tersangka,” ujarnya, Kamis (3/8/2023).
Sebelumnya, Rahmad tidak menampik bahwa modus operandi yang dilakukan para tersangka sama dengan perkara sebelumnya yang sudah diputus oleh majelis halim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
“Kalau laporan kita berbeda dengan sebelumnya meskipun modus operandi sama taki locus dan tempus delictinya berbeda,” ujarnya. (red.ika)
0 Komentar